Friday, February 14, 2014

Ekonomi Masa Bani Umayyah




Dari perspektif Sejarah Peradaban Islam, pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91 tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini dapat dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam perluasan wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama Islam. Sebaliknya, disamping dicap sebagai pemerintahan yang membidani lahirnya pemerintahan monarchie heredetis (kerajaan turun temurun) juga seperti disebut oleh Dr. Muhammad Quthb , bahwa pada masa kekhalifahan Umayyah telah terjadi kemunduran Islam, sehingga pada saat berakhirnya masa pemerintahaan ini muncul anggapan bahwa Islam akan hilang dari permukaan bumi.

Dibandingkan dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental, karena pada zaman pemerintahan ini, pemikiran-pemikiran ekonomi lahir bukan berasal dari ekonom murni intelektual muslim, tetapi berasal dari hasil interpretasi kalangan ilmuan lintas-disiplin yang berlatar belakang fiqh, Tasawuf, filsafat, sosiologi, dan politik. Namun demikian, terdapat beberapa sumbangan pemikiran mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam, di antaranya adalah perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam , murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.

Prinsip-prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam Terdapat beberapa prinsip dasar sistem ekonomi Islam sebagai dasar untuk pengembangan sistem ekonomi Islam dalam suatu pemerintahan atau negara, yakni :

1. Kebebasan Individu Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara Islam. Tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.

2. Hak terhadap Harta Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta, tetapi Islam memberi batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.

3. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi antara orang-perorang tidak sama, namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam batas-batas wajar dan adil.

4. Kesamaan sosial Islam mengatur agar setiap sumber-sumber ekonomi/kekayaan negara dapat dinikmati oleh semua masyarakat, bukan oleh sekelompok masarakat saja. Disamping itu Islam juga menetapkan, bahwa setiap individu dalam suatu negara mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha dan mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi.

5. Jaminan sosial Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam; dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara adalah menjamin setiap warga negara, dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip ” hak untuk hidup”.

6. Distribusi kekayaan secara meluas Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat.

7. Larangan Menumpuk kekayaan Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negara.

8. Larangan terhadap organisasi anti sosial Sistem ekonomi Islam melarang semua praktek yang merusak dan antisosial yang terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.

9. Kesejahteraan individu dan masyarakat Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang lain, bukan saling bersaing dan bertentangan antar mereka.

Napak Tilas Perjalanan Pemerintahan Daulah Umayyah

Masa pemerintahaan kekhalifahan Umayyah berlansung selama lebih kurang 91 tahun dimulai sejak sejak Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib menyerahkan kekuasaanya kepada Muawiyyah bin Abu Sufyan pada tanggal 25 Rabiul Awwal tahun 41 H/661 M, atau kira-kira 28 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW. Pemerintahan ini berakhir dengan kekalahan pasukan Khalifah Marwan bin Muhammad (khalifah Umayyah terakhir) dalam sebuah perperangan di sungai Zab (antara sungai Mosul dan Arbil), pada 131 H/748 M di bawah pimpinan Abul Abbas as-Saffah (khalifah pertama Pemerintahan Abbasiyah I), dan pada klimkasnya terjadi pada bulan Jumadil Awwal tahun 132 H /749 M Khalifah Marwan bin Muhammad dibunuh oleh Pasukan bani Abbasiyah.

Berbagai catatan penting tentang pemerintahaan Bani Umayyah adalah dapat dijelaskan sebagai berikut: Beberapa keutamaan :

1. Muawiyah adalah seorang sahabat yang mulia walaupun dia melakukan sebuah ijtihad politik dalam melakukan perlawanan kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib dan ternyata ijtihad yang dia lakukan tidak benar. Namun demikian, dia tetap berlaku adil dan semua sahabat adalah adil. Marwan bin Hakam salah seorang khalifah (ke-4) termasuk yang banyak meriwayatkan hadist. Khalifah Abdul Malik (khalifah ke-5) dikenal sebagai orang yang berilmu luas dan seorang ahli fiqh, beliau termasuk ke dalam ulama Madinah sebelum diangkat sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz (khalifah ke-8) adalah seorang Imam dalam masa ijtihad dan dianggap sebagai khalifaur al Rasyidun ke-5.

2. Bani Umayyah selalu menghormati kalangan ilmuan dan orang-orang yang memiliki sifat-sifat utama. Mereka tidak pernah melakukan intervensi dalam hal-hal yang menyangkut peradilan.

3. Penaklukan beberapa kota dan negeri hingga sampai ke wilayah Cina disebelah timur, negeri-negeri di Andalusia (Spanyol) dan selatan Perancis di sebelah barat sehingga pada masanya wilayah pemerintahan Islam mencapai wilayah yang sangat luas sepanjang sejarah Islam dan banyaknya manusia yang memeluk agama Islam.

4. Memproduksi tanah-tanah mati (lahan-lahan tidak produktif, pen) pembangunan berbagai kota, dan pembangunan yang megah.

Beberapa sisi negatif adalah, merosotnya Manhaj Islam yang disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

1. Terjadi penyimpangan dalam penerapan aturan-aturan Islam sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Khulafaur al Rasyidun, di antaranya adalah:

• Pemilihan khalifah tidak dilaksanakan secara dmokratis, melainkan memulai tradisi pemerintahan Dinasti/monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang tidak pernah dipraktik dan tidak dibenarkan pada masa pemerintahan Khulafaur al Rasyidun.

• Pemerintahan diperoleh dengan jalan kekerasan, diplomasi, tipu daya dan diselengarakan dengan cara otoriter,

2. Penggunaan keuangan negara untuk tujuan di luar keperluan negara, Pengelola pemerintah terperangkap dalam kebiasaan hidup mewah sebagai akibat berlimpahnya harta rampasan perang. Baitul Maal yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga keuangan sentral untuk mengatur lalulintas keuangan negara, tetapi telah disalahgunakan. Baitul Maal diperlakukan seakan-akan milik pribadi para pangeran.

3. Masuknya para budak wanita dan tawanan perang ke dalam istana dan rumah-rumah mereka.

4. Berakhirnya masa kekhalifahan Umayyah dianggap sebagai bad ending Sejarah Peradaban Islam. Karena pada periode akhir pemerintahaan kekhalifahannya Islam mengalami kemunduran, sehingga menimbulkan keraguan bagi semua orang pada saat itu tentang kelanjutan kehidupan Islam. Islam dikatakan telah Tamat.

Pokok-Pokok Pemikiran Ekonomi Masa Daulah Umayyah.

Salah satu perbedaan yang mendasar antara kepemimpinan pada masa pemerintahan Khulafaur al Rasysidun dan masa Bani Umayyah adalah, bahwa pada masa kekhalifahan Khulafaur al Rasyidun seorang khalifah adalah seorang ahli Fiqh, sedangkan pada masa Bani Umayyah, karena alasan semakin luas dan beratnya tugas-tugas kenegaraan, seorang khalifah tidak lagi seorang fuqoha. Pemegang otoritas agama dan pemegang otoritas politik berada ditangan berbeda. Secara khusus, untuk urusan-urusan agama diserahkan sepenuhnya kepada para ulama yang menguasai seluk-beluk agama dan berpusat di Medinah.

Diriwayatkan juga, bahwa pada masa Khulafaur al Rasyidun semua doktrin-doktrin ekonomi Islam terus diperkuat dan dikembangkan melalui berbagai bentuk ijtihad, sehingga memberi dampak yang optimum terhadap pencapaian Visi dan Misi ekonomi Islam. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.

Berikut ini adalah beberapa pokok fikiran Khalifah, fuqoha dan ulama pada masa kekhalifahan Bani Umayyah yang dapat di identikasi:

SUMBANGAN KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH BAGI KEMAJUAN EKONOMI 

Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan Sumbangan Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan dicatat khalifah yang 

1. Mampu membangun sebuah masyarakat muslim yang tertata rapi, 

2. Oleh para sejarawan, beliau disebut sebagai orang Islam pertama yang membangun kantor catatan negara dan layanan pos (al-barid) 

3. Membangun Pasukan Suriah menjadi kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin tinggi

4. Mencetak mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik.

5. Mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan professional.

6. Menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara

Khalifah Abdul Malik bin Marwan 

1. Mengembangkan pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam, sebagai bentuk upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar Khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim dari mata uang yang berlaku pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659 M beliau mencetak mata uang Islam tersendiri yang mencantumkan kalimat Bismillahirahmanirrahim dan mendistribusikan keseluruh wilayah Islam serta melarang pemakaian mata uang lain. 

2. Menjatuhkan hukuman ta’zir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan Negara. 
3. Melakukan berbagai pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz 

1. Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid. 

2. Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya. 

3. Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain. 

4. Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.

5. Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,

6. Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.

7. Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.

8. Dalam bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah menerapkan prinsip keadilan dan kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah itu subur, pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.

9. Menerapkan kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan pajaknya tidak memadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dari yang surplus ke yang pendapatannya kurang.

10. Dalam menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan jaminan social sebagai landasan pokok. Khalifah juga membuka jalur perdagangan bebas, baik didarat maupun dilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang terjangkau.

11. Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.

12. Yang paling menonjol pada masa ini adalah, kembalinya syariat Islam dengan semua ketinggian dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.

Saturday, February 8, 2014

Ekonomi Islam, Ekonomi Berkeadilan

Semua sistem ekonomi sebagai produk peradaban pada dasarnya dibuat untuk tujuan memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi perorangan dan masyarakat. Sistem Kapitalis dan Sosialis tidak diciptakan sebagai sistem yang buruk dan jahat. Tapi nyatanya Kapitalisme, Sosialisme, dan Komunisme hanya mampu mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi sebagian orang dan memelaratkan sebagian yang lain. 

Sebagian orang melihat sistem ekonomi Kapitalis sedang berada diambang kebangkrutan akibat kegagalan yang dihasilkannya. Kita melihat buktinya di banyak negara, ekonomi Kapitalis yang dijalankan di dalam negeri dan dalam konstelasi global hanya mencatat keberhasilan pada tiga aspek, yaitu meningkatkan produksi, memperbesar modal dan menguasai pasar. Ekonomi Kapitalis gagal menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan sosial di berbagai negara. Jangankan mengatasi kemiskinan, tapi yang terjadi sebaliknya ialah terbentuknya kemiskinan struktural. Begitu pun ekonomi Sosialis tanpa dimensi agama, akan mengulang kegagalan yang sama dengan Kapitalis. 

Kaum agama dan moralis memandang bahwa tanpa dibimbing dan dikendalikan oleh ajaran dan norma-norma agama, manusia akan meluncur perilakunya menjadi homo economicus. Para homo economicus di dunia modern dapat menjelma dalam bentuk negara atau rezim ekonomi.

Konteks gerakan ekonomi syariah di Indonesia kita tidak terbatas pada dunia perbankan dan pasar modal, tetapi meliputi berbagai bidang seperti asuransi syariah, koperasi syariah, hotel syariah, lembaga zakat, wakaf, serta baitul mal wa tanwiil (BMT). Ekonomi syariah adalah ekonomi yang mempertemukan manusia dengan tujuan hidupnya di dunia ini. 

Dalam pandangan hidup Islam tujuan hidup manusia adalah beribadah kepada Tuhan. Adapun harta dipandang tak lebih sebagai sarana beribadah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Menurut Islam kesejahteraan dan kebahagiaan yang harus diperjuangkan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi kesejahteraan dan kebahagiaan sesama manusia. Setiap muslim diingatkan bahwa dalam mencari dan mengumpulkan harta tidak boleh merugikan orang lain. Pedoman hidup muslim sangat jelas, yaitu, “Dan carilah kebahagiaan negeri akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashas: 77) 

Islam menekankan dalam harta seseorang terdapat hak orang lain, terutama hak para kerabat yang membutuhkan, hak orang yang meminta karena memerlukan, yang hidup berkekurangan, hak orang-orang miskin, serta hak orang yang terlantar dalam perjalanan. Allah berfirman, “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, (demikian pula) kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ar Rum [30]: 38)

Mengenai zakat, almarhum Roger Garaudy, ilmuwan Perancis yang memeluk Islam, menyatakan zakat bukan sekadar kebaikan hati, tetapi merupakan bentuk keadilan yang terlembaga dan sesuatu yang diwajibkan bagi seorang muslim, sehingga rasa solidaritas yang bersumber dari keimanan akan menaklukkan egoisme dan kerakusan diri.

Bagi umat Islam, mengaktualisasikan zakat berarti membangun dasar-dasar yang kokoh bagi tegaknya ekonomi berkeadilan di tengah dunia yang terus berubah dengan sistem ekonomi yang jatuh bangun sepanjang peradaban.

sumber : BazNas.

Tuesday, February 4, 2014

This Time is Different

Dua orang guru besar ekonomi, Carmen Reinhart dan Kenneth Rogoff, menerbitkan buku mereka yang berjudul This Time is Different: Eight Centuries of Financial Folly. Buku ini mendokumentasikan dinamika perekonomian dunia di 66 negara dan lima benua dalam periode 800 tahun. 

Mereka menemukan pola yang selalu berulang. Ketika perekonomian baru pulih dari krisis, pertumbuhan yang cepat memberikan optimisme yang mendorong negara-negara meningkatkan utangnya, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Pertumbuhan bertambah cepat, optimisme mulai berlebihan, utang lebih banyak lagi, dan akhirnya melebihi kemampuan membayar, lalu terancam gagal bayar yang memicu ledakan krisis ekonomi. 

Pola ini selalu berulang di negara maju ataupun negara berkembang. Setiap kali pola ini akan berulang, setiap kali itu pula para ekonom mengatakan, This time is different. “Kali ini berbeda situasinya, fundamental ekonomi kita kuat.” Sampai akhirnya, krisis berikutnya benar-benar terjadi. 

Yunani merupakan contoh terkini dari pola krisis ini. Yunani adalah negara dengan perekonomian terbesar ke-27 di dunia dengan populasi hanya 11,2 juta orang dan GDP 360 miliar dolar AS. Negara ini ditopang oleh dua industri utama, yaitu pelayaran maritim dan pariwisata. 

Hampir semua negara Eropa mengalami periode pertumbuhan cepat pada periode 1999-2001 dan 2005-2007 yang diselingi oleh periode pertumbuhan lambat pada periode 2002-2004 dan 2008-2009. Pada periode pertumbuhan cepat, optimisme telah mendorong naiknya pinjaman besar-besaran. Pemerintah meningkatkan program kesejahteraan bagi warganya. Swasta melakukan ekspansi bisnis. Nilai mata uang euro menguat. 

Ketika krisis melanda AS, dua industri utama Yunani terpukul. Jumlah turis menurun, pelayaran maritim menurun, investasi di kedua industri tersebut menurun, harga saham menurun, kredit bank mulai dibatasi, dan suku bunga meningkat. 

Perekonomian mulai masuk ke dalam fase resesi, pendapatan pemerintah menurun, pengeluaran pemerintah untuk program kesejahteraan meningkat. Lebih parahnya lagi, bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas terpaksa diselamatkan pemerintah. 

Alessandri dan Haldane, dua ekonom untuk bank sentral Inggris, Bank of England, mengamati adanya kontrak sosial yang tidak tertulis dalam berbagai formatnya untuk selalu menyelamatkan bank yang mengalami kesulitan. "When the bank win they keep the profits, when the banks lose the state takes the losses" (ketika bank untung, keuntungan buat mereka; ketika bank rugi, negara yang menanggulangi). 

Saat ini, Yunani memiliki utang lebih besar dari GDP-nya, 113 persen dari GDP, terbesar di dunia. Utang luar negeri neto mencapai 70 persen dari GDP. Defisit neraca perdagangan yang besar, 11 persen dari GDP. Defisit anggaran belanja negara 12,9 persen dari GDP yang juga terbesar di dunia. 

Jika Yunani gagal membayar utang-utangnya, ia menjadi utang luar negeri gagal bayar terbesar sepanjang sejarah. Lebih besar dari gabungan utang luar negeri gagal bayar Rusia dan Argentina. Ketika sebagian kecil ekonom mengingatkan berulangnya pola krisis di Yunani, pemerintah menjawabnya, This time is different. 

Indonesia saat ini berada pada fase baru pulih dari krisis, pertumbuhan meningkat cepat, pemerintah menerbitkan surat utang yang mendapat respons baik di pasar, swasta mulai ekspansi bisnis dan menerbitkan surat utang baru, serta investasi mulai mengalir masuk. Semua variabel makroekonomi menunjukkan menguatnya fundamental ekonomi. Bahkan, Indonesia diharapkan menjadi lokomotif bangkitnya ekonomi Asia bersama Cina dan India. 

Kisah krisis Yunani terjadi berulang-ulang selama 800 tahun di 66 negara. Begitu setidaknya menurut temuan Reinhart dan Rogoff. Namun, setiap kali sebelum krisis benar-benar terjadi, pemerintah dan para ekonom yang sependapat dengan pemerintah selalu mengatakan, This time is different. 

Penerbitan sukuk negara sebagai alternatif surat utang negara tentu sangat baik bagi perekonomian. Namun, bila penerbitan sukuk negara sebagai tambahan surat utang negara dan jumlahnya melebihi kemampuan negara membayarnya, jangan harap this time is different. Dubai merupakan contoh bahwa sukuk yang halal pun dapat saja gagal bayar. 

Riba jelas haram. Meminjam melebihi kemampuan membayar sehingga terjerat utang yang tidak mampu dibayar, kecuali dengan utang baru, juga jelas harus dihindari. Bahkan, Rasulullah SAW mengajarkan doa, "Ya, Allah, lindungi kami dari utang yang memberatkan." Jelas yang dimaksud dalam doa ini adalah utang yang bebas riba, tapi Rasul SAW tetap mengingatkan bahayanya utang yang berlebihan. 

Indonesia memang bukan Yunani. Salah satu keberhasilan Indonesia adalah mengelola utang-utang negara. Yang juga harus tetap diwaspadai adalah membengkaknya utang swasta, apalagi bila kemudian harus menjadi tanggungan negara. Temuan Alessandri dan Haldane sangat terasa relevansinya dengan kasus Bank Century di Indonesia. 

Ketika bank kecil itu di ambang kebangkrutan dan terjadi pada saat dampak krisis di AS diantisipasi akan berimbas pada Indonesia, pemerintah akhirnya memutuskan menyelamatkan bank kecil itu. Industri perbankan seakan menjadi pintu belakang sektor swasta meminjam. Bila gagal, mereka meminta pemerintah menanggulanginya. Alessandri dan Haldane menghitung jumlah bantuan yang diberikan oleh Pemerintah AS, Inggris, dan Uni Eropa untuk menyelamatkan industri ini mencapai 14 triliun dolar AS setara dengan 25 persen GDP dunia. 

Ketika industri perbankan Indonesia banyak dikuasai asing, bila kita tidak waspada, ini dapat menjadi pintu belakang swasta asing meminjam. Bila gagal, pemerintah yang menanggulanginya. Calon menteri keuangan dan calon gubernur BI tentu lebih paham akan hal ini. This time is not different.

Sumber : Republika Online , ekisopini.