Saturday, February 8, 2014

Ekonomi Islam, Ekonomi Berkeadilan

Semua sistem ekonomi sebagai produk peradaban pada dasarnya dibuat untuk tujuan memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi perorangan dan masyarakat. Sistem Kapitalis dan Sosialis tidak diciptakan sebagai sistem yang buruk dan jahat. Tapi nyatanya Kapitalisme, Sosialisme, dan Komunisme hanya mampu mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi sebagian orang dan memelaratkan sebagian yang lain. 

Sebagian orang melihat sistem ekonomi Kapitalis sedang berada diambang kebangkrutan akibat kegagalan yang dihasilkannya. Kita melihat buktinya di banyak negara, ekonomi Kapitalis yang dijalankan di dalam negeri dan dalam konstelasi global hanya mencatat keberhasilan pada tiga aspek, yaitu meningkatkan produksi, memperbesar modal dan menguasai pasar. Ekonomi Kapitalis gagal menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan sosial di berbagai negara. Jangankan mengatasi kemiskinan, tapi yang terjadi sebaliknya ialah terbentuknya kemiskinan struktural. Begitu pun ekonomi Sosialis tanpa dimensi agama, akan mengulang kegagalan yang sama dengan Kapitalis. 

Kaum agama dan moralis memandang bahwa tanpa dibimbing dan dikendalikan oleh ajaran dan norma-norma agama, manusia akan meluncur perilakunya menjadi homo economicus. Para homo economicus di dunia modern dapat menjelma dalam bentuk negara atau rezim ekonomi.

Konteks gerakan ekonomi syariah di Indonesia kita tidak terbatas pada dunia perbankan dan pasar modal, tetapi meliputi berbagai bidang seperti asuransi syariah, koperasi syariah, hotel syariah, lembaga zakat, wakaf, serta baitul mal wa tanwiil (BMT). Ekonomi syariah adalah ekonomi yang mempertemukan manusia dengan tujuan hidupnya di dunia ini. 

Dalam pandangan hidup Islam tujuan hidup manusia adalah beribadah kepada Tuhan. Adapun harta dipandang tak lebih sebagai sarana beribadah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Menurut Islam kesejahteraan dan kebahagiaan yang harus diperjuangkan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi kesejahteraan dan kebahagiaan sesama manusia. Setiap muslim diingatkan bahwa dalam mencari dan mengumpulkan harta tidak boleh merugikan orang lain. Pedoman hidup muslim sangat jelas, yaitu, “Dan carilah kebahagiaan negeri akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashas: 77) 

Islam menekankan dalam harta seseorang terdapat hak orang lain, terutama hak para kerabat yang membutuhkan, hak orang yang meminta karena memerlukan, yang hidup berkekurangan, hak orang-orang miskin, serta hak orang yang terlantar dalam perjalanan. Allah berfirman, “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, (demikian pula) kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ar Rum [30]: 38)

Mengenai zakat, almarhum Roger Garaudy, ilmuwan Perancis yang memeluk Islam, menyatakan zakat bukan sekadar kebaikan hati, tetapi merupakan bentuk keadilan yang terlembaga dan sesuatu yang diwajibkan bagi seorang muslim, sehingga rasa solidaritas yang bersumber dari keimanan akan menaklukkan egoisme dan kerakusan diri.

Bagi umat Islam, mengaktualisasikan zakat berarti membangun dasar-dasar yang kokoh bagi tegaknya ekonomi berkeadilan di tengah dunia yang terus berubah dengan sistem ekonomi yang jatuh bangun sepanjang peradaban.

sumber : BazNas.

0 comments:

Post a Comment