Wednesday, March 26, 2014

Inilah Abu Ubaid Al-Qasim, Rujukan Bapak ekonomi Adam Smith

Nama besarnya tidak terlalu dikenal banyak orang. Biografinya sering luput diantara ratusan nama besar ulama pada zamannya. Karya karyanya pun hanya sebagian kecil yang masih mengingatnya. Kita mungkin sudah hampir akan melupakannya. Namun siapa sangka sang maestro ekonomi liberalis, Adam Smith, pernah ‘bertekuk lutut’ pada karyanya?

Bagi ulama Ahmad ibn Hambal, ia adalah orang yang selalu bertambah kebaikannya setiap hari. Ulama sekelas Imam Syafi’I pun mengakui bahwa sahabatnya itu paling fasih berbahasa Arab dibanding yang lain.“Abu Ubaid adalah yang terpandai diantara aku, Syafi’I, dan Ahmad ibn Hambal”. Begitulah pengakuan Ishaq, ulama yang saat itu paling kuat hafalannya.

Dalam pandangan Qudâmah Assarkhâsy, “di antara Syafi’i, Ahmad Ibn Hambal, Ishaq, dan Abu Ubaid, maka Syafi’i adalah orang yang paling ahli di bidang fikih (faqih), Ibnu Hambal paling wara’ (hati-hati), Ishaq paling huffadz (kuat hafalannya) dan Abu Ubaid yang paling pintar bahasa Arab (ahli Nahwu)”.

Nama lengkapnya adalah Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam ibn Miskin ibn Zaid al-Azdhi. Ayahnya merupakan budak milik salah seorang penduduk Harah. Ulama ini banyak menghabiskan waktunya untuk menulis dan berkarya. Sehingga bagi Abû ‘Ubaid, satu hari menulis itu lebih utama baginya dari pada menggoreskan pedang di jalan Allah. Menurut kesaksian dari Abu Bakar ibn Anbari, Abu Ubaid membagi malamnya menjadi 3 bagian. Sepertiga malamnya masing-masing untuk tidur, qiyamullail, dan menulis.

Ulama cendekia ini hidup semasa dengan para Imam besar sekaliber Imam Syafi’i dan Ahmad ibn Hambal. Kesejajarannya ini membuat Abû ‘Ubaid menjadi seorang mujtahid mandiri dalam arti tidak dapat diidentikkan pada satu mazhab tertentu.

Cendekiawan berambut pirang dan berjenggot lebat kelahiran Khurasan tahun 154 H ini telah menelurkan puluhan karya dalam bidang ilmu Nahwu, Qiraat, Fiqih, Syair, dan lainnya. Di antara puluhan karyanya, salah satu yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Amwal. Kitab klasik yang sampai saat ini masih relevan dengan masalah ekonomi kekinian.

Kitab Al-Amwal yang secara bahasa berarti kekayaan atau harta, banyak membahas seputar keuangan publik (saat ini kita kenal istilah fiscal policy). Inspirasi ulama zaman bani Abassiyah ini adalah kehidupan ekonomi masa Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang banyak menerapkan prinsip maqashid syariah. Beberapa hal yang diulas beliau dalam kitab ini mencakup peran negara dalam mengatur ekonomi, sumber-sumber keuangan suatu negara, sampai hal-hal yang kecil dan detail seperti hak bagi orang yang berhasil menghidupkan tanah mati dan membuatnya produktif.

Dapat kita bayangkan bagaimana pada tahun 154 Hijriyah saat permasalahan ekonomi belum serumit zaman modern ini, seorang Ulama Islam telah banyak menuangkan pemikirannya tentang sumber-sumber pendapatan suatu negara, bagaimana suat negara harus membelanjakan anggarannya (kebijakan fiskal), fungsi uang, sampai sistem pertanahan (keadilan bagi pemilik dan penggarap tanah).

Kecerdasan ulama keturunan Byzantium ini dalam mengungkap masalah perekonomian negara banyak menginspirasi Adam Smith, yang selama ini kita kenal sebagai Bapak Ilmu Ekonomi Kapitalis. Master piece-nya yang berjudul asli An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (lebih terkenal dengan judul Wealth of Nation yang berarti kekayaan negara) banyak mengutip kitab Al-Amwal (yang juga berarti kekayaan dan banyak membahas perekonomian negara di dalamnya) karya Abu Ubaid yang ditulis ratusan tahun sebelum lahirnya karya Adam Smith.

Jauh sebelum pengusung ekonomi liberal mengulas tentang larangan negara untuk campur tangan dalam perekonomian, Abu Ubaid sudah lebih dulu mengungkapkan gagasannya tentang fungsi negara justru sebagai pengayom rakyatnya. Jika Adam Smith banyak mengutip karyanya, wajarlah jika kemudian Ibnu Robuhah berkata “Kita memerlukan orang seperti Abu Ubaid tetapi Abu Ubaid belum tentu membutuhkan kita”.

Sumber : MuslimDaily.Net

0 comments:

Post a Comment