Monday, July 29, 2013

Keutamaan Sistem Ekonomi Islam

kitab Oleh Syahruddin El-Fikri 

Sebagai mazhab ekonomi, Islam memberikan sistem yang berimbang, yakni perhatian yang semestinya pada kebebasan dan kesejahteraan manusia. 

Adakah kitab klasik (kuning) yang secara khusus (spesifik) membahas tentang ekonomi Islam yang ditulis oleh ulama salaf? Tak banyak keterangan yang menjelaskan tentang hal ini. Bahkan, di dunia pesantren pun hampir tak pernah dijelaskan satu kitab klasik yang secara spesifik membahas al-Iqtishadiyah (ekonomi Islam). 

 Mengapa demikian? Tak adakah ulama Islam yang mampu menjelaskan tentang hal tersebut sehingga tak ada kitab klasik yang khusus membahas masalah ekonomi Islam? Apakah karena masalah perbankan dan asuransi syariah belum ada ketika itu? Apakah mereka tak mendapatkan secara rinci masalah ini dalam Alquran dan al-hadis? Wa Allahu a'lam. 

 Yang pasti, dalam kitab klasik yang ditulis sebagian ulama sejak belasan abad silam, masalah ekonomi Islam justru dibahas secara sangat singkat bersamaan dengan bidang lainnya. Misalnya, masalah zakat, infak, sedekah, dan wakaf, dibahas secara bersama dengan masalah ibadah, seperti shalat, puasa, dan haji. 

Bahkan, ulama sekelas Yusuf al-Qaradhawi pun baru menuliskannya beberapa tahun terakhir ini tentang sistem perbankan syariah dan dijelaskan tentang haramnya bunga bank yang dikelola oleh bank-bank konvensional. 

 Kemajuan dunia Barat dengan gemerlap ekonominya seakan membuka mata umat Islam. Berbagai hasil yang telah dicapai dengan nilai-nilai ekonomi Barat, menjadikan sebagian umat mengikuti (dan mengekor) pandangan tersebut dan meyakininya sebagai suatu kebenaran. Umat Islam pun sebagian besar menerapkannya dalam perekonomian dengan harapan akan tercipta kemakmuran bagi umat Islam. 

 Karena sudah sedemikian mengakar, secara perlahan-lahan, banyak umat Islam yang-sadar ataupun tidak-menerapkan model ekonomi kapitalis dan sosialis ala Barat ini. Namun, begitu ditemukan adanya keburukan dari sistem tersebut, umat Islam seakan baru tersadar dari 'tidur panjang' yang melenakan mereka tentang masalah ekonomi. Mereka baru berkaca dan membandingkannya. Sudah sesuaikah nilai-nilai ekonomi Barat dengan ajaran Islam? Apakah penerapan dan hasil yang dicapai olehnya sejalan dengan ajaran Ilahiyah? 

Umat Islam tentu belum lupa dengan krisis ekonomi (moneter) yang terjadi pada 1997-1998. Begitu pula dengan krisis global yang 'menghancurkan' sejumlah negara pada akhir 2008 lalu. 

 Sistem ekonomi Islam yang mampu bertahan dari krisis dan bahkan terlepas dari kondisi ekonomi yang membuat sejumlah perusahaan bangkrut. Bahkan, perbankan konvensional harus gulung tikar, ternyata tak sepenuhnya membuat pengambil kebijakan (decision maker) negara-negara berkembang, termasuk negara mayoritas penganut Islam, untuk segera beralih dan menerapkan sistem ekonomi Islam. 

 Gambaran nyata akan keunggulan ekonomi Islam yang mampu bertahan dari krisis melalui perbankan syariah dan asuransi syariah dari negative spread ternyata hanya dianggap sebagai sebuah sistem alternatif, bukan solusi. 

 Pertanyaannya, mengapa hingga kini umat Islam masih belum banyak menerapkan sistem ekonomi yang terbukti mampu berkembang dan bertahan kuat di tengah krisis dunia?

 "Karena kita semua tidak sadar bahwa ekonomi syariah itu justru merupakan solusi dan bukan sekadar alternatif," tegas Ahmad Riawan Amin, ketua umum Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo), kepada Republika, beberapa waktu lalu. 

 Ekonomi perusak 
Sebagian umat Islam tentu pernah membaca buku yang ditulis John Perkins yang berjudul An Economic Hit Man (Ekonomi Perusak). Dalam buku tersebut, Perkins menjelaskan, betapa Bank Dunia (World Bank) dan International Monetary Fund (IMF) merupakan sebuah kekuatan ekonomi dunia yang dibentuk dengan tujuan untuk menghancurkan negara-negara berkembang. 

 "Mereka sengaja menciptakan utang dan memberikan pinjaman kepada negara-negara berkembang. Semakin banyak utang, akan semakin sulit negara-negara berkembang itu keluar dari 'cengkeraman' Bank Dunia dan IMF," tulis Perkins. 

 Berkenaan dengan hal ini, Syekh Syahid Muhammad Baqir ash-Shadr, seorang ulama kontemporer asal Baghdad, Irak, menulis sebuah buku yang mampu menggugah perhatian umat Islam agar mengkaji kembali keunggulan ekonomi Islam. Dalam bukunya yang berjudul Al-Madrasah al-Islamiyah, ulama kelahiran 1 Maret 1935 M (25 Dzulqaidah 1353 H), menulis tentang keunggulan ekonomi Islam. 

 Dalam buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Islam and School of Economics (Keunggulan Ekonomi Islam) itu, Syekh Muhammad Baqir menerangkan secara spesifik tentang keunggulan ekonomi Islam dan menerangkan buruknya ekonomi dengan sistem kapitalis yang kini diterapkan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. 

 Secara khusus, Syekh Muhammad Baqir ash-Shadr menyoroti peran sistem ekonomi Barat (kapitalis dan sosialis) dan membandingkannya dengan ekonomi Islam. Menurut ulama syahid yang dieksekusi Pemerintah Irak pada 8 April 1980 karena memperjuangkan kepentingan umat, saat ini dua kekuatan ekstrem dunia (kapitalis dan sosialis) sedang cemas dan bingung menghadapi kondisi dunia yang tak stabil. 

 "Saat ini, dua kekuatan itu sedang mencari obat mujarab untuk menyembuhkan sakitnya. Padahal, obatnya sudah ada sejak 14 abad silam, yakni Islam. Obat ini mampu menyembuhkan manusia yang sakit dan sesungguhnya juga mampu mengangkat kedudukan dan martabat manusia. Namun, karena kekuatan material telah menguasai mereka, obat tersebut terabai dan diremehkan," terangnya dalam pengantar buku tersebut. 

Melalui tema khusus, Iqtishaduna (Ekonomi Kita), Syekh Muhammad Baqir ash-Shadr menulis tentang ekonomi Islam dan kelebihan-kelebihannya dibandingkan ekonomi kapitalis dan sosialis yang lebih mengedepankan materialisme. 

 Penulis yang terpelajar ini telah membahasnya secara terperinci dan mendalam tentang kapitalisme sebagai mazhab ekonomi dan semua atributnya, seperti empat kebebasan, tendensi kapitalis dan materialis, akibat buruk kapitalis, serta dampaknya bagi masyarakat. 

Syekh Muhammad Baqir mengungkapkan gagasan-gagasan tersembunyi di balik wajah lahiriah kapitalisme yang menarik, namun sesungguhnya ada sebuah wajah yang sangat buruk, yakni adanya monopoli sumber kekayaan dan peralihan menuju tumbuhnya penjajahan yang di bawah tiraninya akan membuat bangsa-bangsa lain yang menerapkannya menjadi terkooptasi dan terhegemoni oleh kekuatan ekonomi itu. 

 Ini pulalah yang dikhawatirkan oleh John Perkins. Ia pun menyebut ekonomi yang kini diterapkan Bank Dunia (World Bank) dan IMF sebagai sebuah ekonomi yang merusak. 

 Diterangkan lebih mendalam oleh Syekh Baqir ash-Shadr, sistem ekonomi kapitalis yang menekankan konsep individualisme menjadi kutukan bagi kemanusiaan. Sementara itu, sistem sosialis yang menekankan konsep negara, menjadikan rakyatnya sebagai 'sapi perah' oleh tangan penguasa. 

 Karena itu, terangnya, dengan menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang individual dan sosialis dengan negara, rakyat akan menjadi mangsanya semata dan menguntungkan pihak-pihak penguasa."Inilah tipe buruk kediktatoran proletariat dan individu menjadi boneka yang semakin kerdil oleh cengkeraman-cengkeraman sang naga yang bernama negara," tulisnya. 

 Oleh sebab itu, jelas ash-Shadr, sebagai lawan dari dua kekuatan mazhab ekonomi ini, di mana faktor produksi dan distribusi terhalang secara tak wajar, Islam sebagai mazhab ekonomi memberikan sistem yang berimbang, yakni memberikan perhatian yang semestinya pada kebebasan dan kesejahteraan manusia. 

Moralitas 
Sedikitnya ada dua hal yang dijelaskan ash-Shadr mengenai keunggulan ekonomi Islam. Pertama, ajaran Islam sangat komprehensif. Kedua, Islam mengajarkan moralitas. 

 Mengutip dari kitab Nahj al-Balaghah, Syekh ash-Shadr menjelaskan, "Ali ketika memuji Nabi dan Alquran, ia berkata, 'Allah Yang Mahakuasa mengangkat Nabi yang suci (Muhammad SAW) ketika telah lama tidak ada nabi dan manusia sedang tertidur nyenyak. Mereka semuanya melanggar perintah Allah. Pada saat krisis itu, Nabi diangkat dengan suluh cahaya (petunjuk) Alquran yang suci. Alquran itu mengandung obat atas semua penyakit Anda. Ia mengajari Anda bagaimana mengatur kehidupan dan mengurus hubungan-hubungan Anda'." 

 Jadi, kata Syekh ash-Shadr, ajaran-ajaran Islam yang terkandung dalam Alquran telah mengatur semuanya untuk kesejahteraan umat manusia. Adapun yang kedua, dan inilah yang tidak ada dalam sistem ekonomi Barat (kapitalis dan sosialis), yakni Islam mengajarkan moralitas. "Islam mengajak pada kebenaran dan kebaikan, kesabaran dan akhlak, serta mencegah atau melarang mereka untuk berbuat kepalsuan dan kemungkaran. Islam menyuruh kita menyantuni orang miskin dan melarang berbuat zalim, melarang untuk melanggar hak orang lain dan menumpuk harta secara tidak halal. Tujuannya adalah mengangkat moral manusia," terangnya.

Sumber : Republika Online

0 comments:

Post a Comment